September yang temaram
September ini kita bertemu. Bermain air di kali kecil belakang rumahmu yang biru.
Kamu tahu betapa senangnya aku saat kau beri aku sekuntum bunga terompet hampir layu yang terbawa arus air dan tersangkut di kakimu? Hatiku benar-benar berdebar saat kamu menyelipkannya di telingaku. Haru. Seperti bunga desa pujaanmu.
Matamu yang teduh menatapku serasa menjadi menjadi obat lukaku yang masih menganga. Kamu tak berkata apa-apa, tapi kehangatan yang mengalir saat tanganmu menggenggam erat tanganku dan kita terdiam membisu di ujung kali kecil itu membuatku tahu lebih dari kata yang kamu mau.
September membuatku tersenyum simpul setiap kali kamu muncul di muka rumahku. Berpakaian sederhana, rapi tersetrika dan wangi bunga. Rambutmu yang keriting tak beraturan itu sengaja tak pernah kamu rapikan yah? Tapi aku justru suka ketidakberaturannya yang bebas.
pagi itu kamu berbicara sedikit kata. Menggenggam tangan lebih banyak. Menatap lebih lekat. Kupikir karena kamu memang kehabisan stok cerita. Atau hanya aku yang membuatmu begitu terpana sampai lupa kata.
Tapi ternyata itu caramu berujar untuk berpisah. Yang kutahu aku hanya bisa memelukmu di malam kita berpisah. Dan kamu sudah terbujur kaku tanpa desah.
Komentar
Posting Komentar