hujan tidak datang bersama mimpi



Orang bilang hujan itu berkah. Dia datang menghapus kekeringan, menghujami dahaga dengan tawa dan kesegaran.

“Itu berkah”

Aku setuju. Berkah yang pernah mempertemukanku dengan Damar. Lelaki yang kini selalu ada disampingku setiap malam aku menemui mimpi. Tapi masalahya, gara-gara hujan sore ini, semua pekerjaanku kacau. Pesta kebun yang ku-handle jadi kacau. Memang sih, si empunya acara tak menyalahkanku, tapi aku tetap merasa gagal. Seakan aku tak sanggup menata acara dengan tidak mempersiapkan pawang hujan. Tapi siapa juga yang menyangka hujan akan datang dengan deras di siang terik bulan Juni? Hei, ini musim kemarau kan?

Aku masih bersungut.

Tiba-tiba dia mencium pipiku lembut dan mengusap kepalaku perlahan.

“Sudahlah. Toh bukan salahmu. Hujan kan datang sendiri. Tidur ya?”

Aku terdiam. Menerawang. Damar sudah kembali dengan pekerjaannya.

“Mar, kalau waktu itu hujan tidak turun, mungkin saat ini aku tidak sedang tidur disampingmu ya?”

Aku menggodanya yang masih sibuk bercinta dengan netbook putihnya.

“Sepertinya begitu.”

Jawabnya pendek, tanpa ekspresi. Matanya tetap tertuju di layar mungil itu yang penuh dengan angka.

Aku menjauhkan tubuhku. Menarik selimut bagianku lalu memalingkan tubuh membelakanginya. Sebalku kembali menyergap.

Dia tahu aku tidak suka tidak diperhatikan. Dia juga tahu aku sangat tidak suka melihatnya membawa pekerjaan ke tempat tidur. Lalu dimatikannya partner kerjanya itu dan memelukku dari belakang.

“Sayang, kamu tahu kenapa hujan itu membawa kedamaian?”

Aku menggeleng pelan.

Dia memelukku makin erat.

Lalu berbisik di telingaku.

“Karena hujan tidak datang bersama mimpi. Hujan datang dengan kepastian. Seperti bagaimana kita dipertemukan. Kepastian akan masa depan yang menenangkan.”

Aku membalik badanku. Memandanginya yang begitu kucinta. Diciumnya keningku perlahan.

“Kamu bukan mimpi buatku. Kamu kepastianku. Karena itu hujan membawamu masuk ke dalam mobilku lalu berteriak-teriak seakan kamu sedang naik taksi dan minta diantar segera ke bandara. Hujan itu memastikan mimpimu untuk pergi menemuinya di Jerman itu salah. Hujan itu memberi pilihan kepastian lain untukmu. Aku. Jadi, biarkan hujan tetap menjadi hujan yang menenangkan ya?”

Aku tersenyum dan tertidur dalam pelukannya yang hangat. Obat yang tepat bagi hujan di luar yang begitu lebat.



Selamat malam hujan.




*muup, gambar ini mengunduh dari internet...

Komentar

  1. alurnya bagus, analogi perlu digali lagi

    ditunggu cerita selanjutnya :)

    BalasHapus
  2. walah..komenmu berat banget mik...
    thanks anyway..

    i'll make it better next time

    BalasHapus
  3. bunga...
    dari sejak dahulu kala...
    selalu...
    ada kopi... ada hujan...
    and u know what!!
    aku tidak suka hujan!!
    tapi...
    dengan ini kamu membuatnya semakin menarik!!!
    hehehe...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer